Bedah Buku Praksis‬‭ Pancasila:‬‭ Pengamalan‬‭ Ideologi‬‭ di‬ Perusahaan‬‭ Gobel digelar di UGM
Bedah Buku Praksis‬‭ Pancasila:‬‭ Pengamalan‬‭ Ideologi‬‭ di‬ Perusahaan‬‭ Gobel digelar di UGM

Bedah Buku Praksis‬‭ Pancasila:‬‭ Pengamalan‬‭ Ideologi‬‭ di‬ Perusahaan‬‭ Gobel digelar di UGM


JOGJAGRID.COM :  Pusat Studi Perdagangan Dunia (PSPD) UGM berkolaborasi dengan Suryakanta Institute, dan Matsushita Gobel Foundation menggelar diskusi dan bedah buku berjudul Praksis‬‭ Pancasila:‬‭ Pengamalan‬‭ Ideologi‬‭ di‬ Perusahaan‬‭ Gobel di Auditorium Learning Center FEB UGM Lantai 8, Selasa, 25 Februari 2025.

Bagi Thayeb  Mohammad  Gobel,  jiwa  nasionalisme  yang  berakar  dari  Pancasila  bukanlah  sesuatu  yang  bersifat  given– dapat  muncul  begitu  saja  tanpa  diusahakan.  

Bibit  nasionalisme  dinilai  perlu  ditanamkan  melalui  pengamalan  Pancasila  yang  digaungkan  oleh  lisan,  tindakan,  dan  wawasan  kognitif.  

Buku  “Praksis  Pancasila:  Pengamalan  Ideologi  di  Perusahaan  Gobel”  menceritakan  konsistensi  Thayeb  Mohammad  Gobel  dalam  mengimplementasikan  nilai-nilai  Pancasila  di  perusahaannya.  

Dengan  merintis  “Manajemen  Pancasilais”,  Thayeb  memandang  bahwa  praktik  usaha  yang  dijalankannya  berkontribusi  terhadap  realisasi  Pancasila  dari  sisi  pembangunan  nasional.  

Nasihin  Masha,  selaku  penulis  buku  ini,  merunut  jejak  langkah  Thayeb  dalam  memahami,  mengilhami,  hingga  menerjemahkan Pancasila ke dalam prinsip-prinsip operasional perusahaan besutannya. 

Bagian  pertama  dari  buku  ini  mengajak  pembaca  memahami  praksis  dalam  sejarah  perusahaan  Gobel.  

"Pancasila  idealnya  tidak  lagi  sekadar  dibahas  sebagai  weltanschauung  (pandangan  dunia)  ataupun  filosofische  grondslag  (dasar  falsafah),  melainkan  juga  sebagai  praksis  kehidupan  sehari-hari.  Kata  “praksis”  sendiri," ujarnya.

Menurut August  Cieszkowski,  dimaknai  sebagai  suatu  tindakan  yang  berorientasi  pada  perubahan  dalam  masyarakat.  Implikasinya,  Pancasila  perlu  hadir  untuk  mendorong  transformasi  di  dalam  masyarakat  ke  arah  yang  lebih baik. 
 Sejarah  menunjukkan  bagaimana  Pancasila  dimaknai  secara  beragam  oleh  berbagai  tokoh.  

Sebagai  contoh,  Nasihin  Masha  menggaris  bawahi  perbedaan  Soekarno  dan  Soeharto  dalam  menyikapi  Pancasila  sebagai  praksis  demokrasi  Indonesia.  Di  kala  Soekarno  menghadirkan  tiga  kaki  ideologi  bertajuk  “Nasakom”  (Nasionalisme,  Agama,  dan  Komunisme)  dalam  periode  Demokrasi  Terpimpin,  Soeharto  mengedepankan  pelaksanaan  Pancasila  “secara  murni  dan  konsekuen”  dalam  era  Demokrasi  Pancasila–salah  satunya  melalui  pembentukan  “Pedoman  Penghayatan  dan  Pengamalan  Pancasila  (P4)”.  Terlepas  dari  derajat  formalitas  pelaksanaannya,  payung  pengamalan  Pancasila  yang  ditanamkan  secara  kolektif  akan  mampu  merefleksikan  ragam  interpretasi  Pancasila  yang  bersifat  kontekstual. 

Dalam  sudut  pandang  Thayeb,  nilai-nilai  pekerja  keras,  jiwa  juang,  kebangsaan,  dan  toleransi  seturut  Bhineka  Tunggal  Ika  yang  terkandung  dalam  Pancasila  bersifat  vital  untuk  diaplikasikan  dalam  perusahaan  rintisannya.  Thayeb  menanamkan  praksis  Pancasila  dalam  PT  Panasonic  Manufacturing  Indonesia  dengan  membentuk  Mukadimah  Falsafah  Dasar.  Lewat  dasar  tersebut,  Thayeb  meletakkan  asas  Pancasila  beserta  teladan  kehidupan  pohon  pisang  sebagai  pedoman  utama  kepemimpinan  dan  tata  laksana  perusahaannya.  Esensi  teladan  pohon  pisang  sendiri  muncul  dari  pengalaman  Ebu  (panggilan  Thayeb  kecil)  yang  menyadari  manfaat-manfaat  dari  pohon  pisang,  mulai  dari  sebelum  buahnya  matang  hingga  pohonnya dapat ditebang. 
 
Bagian  kedua  buku  ini  menjelaskan  bentuk  pengamalan  Pancasila  dalam  perilaku  Thayeb  Mohammad  Gobel.  Manifestasi  Pancasila  pertama  dari  Thayeb  muncul  dari  jiwa  nasionalisme  yang  ada  pada  dirinya.  Nasionalisme  ini  terus  bertumbuh  saat  berdialog  dengan  Konosuke  Matsushita,  selaku  pendiri  Perusahaan  Panasonic.  

Thayeb,  yang  dahulu  sempat  menjalani  pendidikan  di  Jepang,  dipertemukan  dengan  Konosuke  Matsushita  atas  bantuan  KBRI  di  Tokyo.  Keduanya  ternyata  memiliki  pandangan  yang  sama  terkait  rasa  cinta  pada  negeri  dan  bangsanya,  serta  keinginan  untuk  mandiri.  Atas  kesamaan  tersebut,  kolaborasi perusahaan Gobel dan Matsushita bermula. 
 
Jiwa  nasionalisme  Thayeb  tidak  lantas  luntur  di  tengah  kegigihannya  dalam  mengembangkan  perusahaan.  Visi  Thayeb  dalam  membangun  industri  radio  transistor  tidak  hanya  didasarkan  pada  motivasi  berbisnis  semata,  tetapi  juga  pada  misi  pembangunan  bangsa.  Oleh  karenanya,  Thayeb  selalu  mencari  cara  untuk  turut  mendukung  negara  dengan  kapasitasnya  sebagai  pengusaha.  Contohnya,  Thayeb  pernah  melibatkan  dirinya  dan seluruh karyawannya dalam pelatihan militer. 

Bentuk  pengamalan  Pancasila  yang  diterapkan  Thayeb  selanjutnya  direfleksikan  oleh Tujuh Prinsip Perusahaan Gobel. Tujuh prinsip tersebut terdiri dari: 
1. Utamakan berbakti pada negara melalui industri 
2. Utamakan berlaku jujur dan adil 
3. Utamakan kerja sama dengan keselarasan 
4. Utamakan berjuang untuk perbaikan 
5. Utamakan ramah tamah dan ksatria 
6. Utamakan menyesuaikan diri dengan kemajuan zaman 
7. Utamakan bersyukur dan berterima kasih. 
 
Salah  satu  kunci  penting  praktik  Pancasila  oleh  Thayeb  adalah  prinsip  kekeluargaan  dan  gotong  royong.  Thayeb  selalu  menempatkan  dirinya  sebagai  “bapak”  bagi  semua  karyawannya.  Lebih  lanjut,  Thayeb  memandang  seluruh  karyawan  perusahaan  dan  keluarganya  sendiri  sebagai  anggota  keluarga  besar  Thayeb  Gobel.  

Dari  prinsip  demikian,  Thayeb memberlakukan kebijakan perusahaan sebagai berikut: 

Pertama ,  Thayeb  menolak  istilah  kontrak  kerja  (KK)  antara  karyawan  dengan  perusahaan. Menurutnya, kontrak hanya bersifat sementara. 
 Kedua ,  Thayeb  membagikan  saham  pribadinya  kepada  karyawan  secara  cuma-cuma. 

Konsep  memasyarakatkan  perusahaan  dilakukan  untuk  menumbuhkan  rasa  memiliki  perusahaan,  meningkatkan  gairah  kerja,  dan  menumbuhkan  tanggung  jawab  yang  lebih  besar.  Karyawan  tidak  hanya  dianggap  sebagai  salah  satu  faktor  produksi,  tetapi  juga  kekuatan  strategis  yang  mengelola  modal,  menggunakan  alat  perlengkapan,  dan  memegang manajemen perusahaan. 
 
Ketiga ,  Thayeb  menolak  konsep  hak  dan  kewajiban.  Baginya  hanya  ada  kewajiban,  tidak  ada  hak.  Hal  ini  dikarenakan  hak  karyawan  merupakan  kewajiban  perusahaan  dan  begitu  pula  sebaliknya.  Dampaknya,  hingga  saat  ini  tidak  ada  aksi  unjuk  rasa  karyawan  terhadap  perusahaan  Gobel  yang  menunjukkan  keharmonisan  hubungan  karyawan  dan  perusahaan. 
 Jika  ditelaah  lebih  lanjut,  penerapan  nilai  Pancasila  di  perusahaan  Gobel  terlihat  di  setiap  sila.  Pada  sila  pertama,  “Ketuhanan  Yang  Maha  Esa”,   para  karyawan  difasilitasi  ruang  ibadah  berdasarkan  agama  masing-masing.  Sebagai  pengamalan  sila  kedua,  “Kemanusiaan  yang  Adil  dan  Beradab,”  perusahaan  menyediakan  kantin  bersama  di  mana  pimpinan  dan  karyawan  mendapatkan  fasilitas  yang  sama.  Sila  ketiga,  “Persatuan  Indonesia,”  dapat  dilihat  dari  keberadaan  upacara  pengibaran  bendera  Merah  Putih  yang  dilakukan  setiap  bulan  pada  tanggal  17.  Pelaksanaan  sila  keempat,  “Kerakyatan  yang  Dipimpin  oleh  Hikmat  Kebijaksanaan  dalam  Permusyawaratan/Perwakilan,”  ditunjukkan  lewat  kegiatan  free  talking  dan  pengadaan  kotak  saran.  Sila  terakhir,  “Keadilan  Sosial  bagi  Seluruh  Rakyat  Indonesia,”  terwujud  pada  pemberian  penghargaan  kepada  karyawan  yang  berprestasi  di  segala  bidang,  pengiriman  karyawan  berprestasi  untuk  belajar  di  Jepang,  pemberian  apresiasi  kepada  karyawan  yang  bekerja  dalam  jangka  waktu  tertentu,  pengembangan  koperasi  karyawan,  mudik  bersama,  pemilikan  rumah,  hingga  pelayanan  gunting  rambut  untuk  karyawan. 
 
Sebagai  penutup,  bagian  ketiga  buku  ini  memaparkan  pemikiran  Thayeb  terhadap  praksis  ekonomi  Pancasila  dalam  perusahaannya.  


Gagasan  mengenai  ekonomi  Pancasila  yang  dimulai  sejak  masa  Orde  Baru,  diterapkan  Thayeb  dalam  beberapa  langkah  seperti:  (1)  menginisiasi  berdirinya  serikat  pekerja  di  perusahaannya,  (2)  memiliki  Perjanjian  Kerja  Bersama  menggagas  sistem  yang  kemudian  dikenal  sebagai  hubungan  industrial  Pancasila,  (3)  menyediakan  daycare  bagi  karyawan  yang  memiliki  anak  kecil,  (4)  menginisiasi  berdirinya  koperasi  karyawan,  (5)  memberikan  saham  cuma-cuma  kepada  karyawan,  hingga  (6) menyediakan perumahan maupun kredit pemilikan rumah bagi karyawan. 
 Sebagai  pribadi  yang  nasionalis  dan  religius,  Thayeb  memahami  idealisme  dalam  Pancasila  sekaligus  mempraktikan  Pancasila  dalam  amal  perbuatan.  Di  tangan  Thayeb,  Pancasila telah berwujud menjadi ideologi praksis. 

Advertisement banner

Baca juga:

Admin
Silakan ikuti kami di media sosial berikut.
banner