JOGJAGRID.COM : Indonesia pernah dikenal sebagai penghasil utama berbagai komoditas dunia seperti cengkeh, pala, karet, tebu, dan teh. Sayangnya, kejayaan komoditas-komoditas tersebut kini semakin memudar. Faktor-faktor seperti perubahan alam, gaya hidup, serta perkembangan teknologi turut berperan dalam penurunan ini.
Konsumsi teh, misalnya, menurun karena munculnya alternatif minuman lain yang lebih diminati, sementara karet alami mulai tergantikan oleh bahan sintetis. Namun, kemunduran tersebut sebenarnya dapat dicegah jika ekosistem kebijakan yang mendukung pertumbuhan komoditas-komoditas ini diterapkan secara berkesinambungan.
Oleh karena itu, sangat penting untuk memastikan bahwa hal serupa tidak terjadi pada industri kelapa sawit. Dengan anugerah yang telah dikaruniai oleh Tuhan Yang Maha Esa, pohon sawit di Indonesia tumbuh subur dan berkembang lebih baik dibandingkan di tempat asalnya, yaitu Afrika.
Melalui kerja keras berbagai pihak dan perjalanan panjang, Indonesia saat ini telah menjadi produsen minyak kelapa sawit mentah (CPO) terbesar di dunia. Sektor ini juga memiliki peran signifikan dalam perekonomian nasional, memberi nafkah kepada lebih dari 16 juta penduduk, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Hilirisasi industri kelapa sawit yang terus berkembang turut memperkuat perekonomian di berbagai daerah. Namun, kebijakan yang tidak tepat dalam mengelola sektor ini berpotensi merusak kesejahteraan masyarakat yang terlibat dalam rantai pasok industri sawit.
Dewan Pengawas IPOSS (Indonesia Palm Oil Strategic Studies), Dubes Yuri O Thamrin MA, mengingatkan kepada pemerintah serta masyarakat Indonesia untuk senantiasa menjaga keberlangsungan kelapa sawit dan ekosistemnya.
Produk pertanian dan perkebunan andalan Indonesia itu harus senantiasa dirawat supaya tidak bernasib seperti karet, teh maupun gula yang pernah mengalami masa kejayaan namun kini tinggal kenangan.
“Rawat sawit kita, jangan sampai tinggal kenangan,” pesan dia saat menjadi Keynote Speech Bedah Buku & Diskusi Kelapa Sawit dalam Pembangunan Berkelanjutan: Tinjauan Sains, Ekonomi, dan Lingkungan, Kamis (26/9/2024), di Auditorium Sukadji Ranuwihardjo Magister Manajemen (MM) UGM Yogyakarta.
Pada acara yang diselenggarakan oleh Penerbit Buku Kompas dan IPOSS itu, Yuri O Thamrin menjelaskan secara detail mengenai arti strategis sawit bagi Indonesia.
Kemajuan hilirisasi sawit hingga saat ini telah menghasilkan 179 produk turunan (data 2023), yang tidak hanya penting untuk kebutuhan pangan, tetapi juga untuk kosmetik, kesehatan, dan bahan bakar biodiesel. Ke depan, sawit juga memiliki potensi besar sebagai bahan baku bioavtur yang mendukung industri penerbangan, sejalan dengan komitmen Indonesia untuk mencapai Net Zero Emission pada tahun 2060. Dengan melimpahnya sumber daya alam sawit, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi produsen energi terbarukan terbesar di dunia.
Tantangan-tantangan yang muncul dari pengusahaan sawit, baik yang mencakup aspek-aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola, dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori besar. Pertama, tantangan yang murni dari pengusahaan sawit. Kedua, tantangan-tantangan yang muncul karena perilaku negatif sebagian pihak. Ketiga, tantangan-tantangan yang muncul karena lemahnya institusi hukum di Indonesia. Tantangan ini sebenarnya bersifat umum, terjadi pada hampir semua lapangan usaha di Indonesia, baik di sektor-sektor pertanian, pertambangan, industri pengolahan maupun jasa-jasa.
Peran berbagai stakeholder, termasuk institusi pendidikan dan para akademisinya mutlak diperlukan demi keberlanjutan sawit yang merupakan satu-satunya komoditas perkebunan yang dapat diandalkan sebagai penopang perekonomian. Realita di lapangan memang terdapat perbedaan pandangan terkait industri ini, tanpa terkecuali antar perguruan tinggi. Oleh karena itu, kegiatan bedah buku dan diskusi ilmiah pada hari ini, 26 September 2024, merupakan bukti bahwa Universitas Gadjah Mada, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Universitas Negeri Yogyakarta merupakan institusi pendidikan yang mengakomodir diskusi penting tentang masa depan kelapa sawit Indonesia.
Bukti perlunya keterlibatan banyak pihak untuk mengawal industri ini antara lain berkaitan dengan tudingan miring pihak-pihak tertentu, hingga upaya penjegalan komoditas produk sawit di pasar internasional seperti yang dilakukan Uni Eropa. Bila dibiarkan, misalnya ekspor sawit ke Uni Eropa yang volumenya dapat mencapai 3,1 juta ton bisa hilang. Dalam hal ini banyak keluarga petani sawit yang kehidupannya akan terdampak. Padahal dahulu kelapa sawit diperkenalkan oleh bangsa Eropa di saat menjajah Indonesia.
Pada akhir 2024, Uni Eropa akan memberlakukan full implementation atas European Union Deforestation Regulation (EUDR). Melalui aturan ini, berbagai komoditas termasuk sawit akan dihalangi masuk Uni Eropa kecuali bila mampu memenuhi aturan tentang bebas deforestasi melalui skema treacibility (ketertelusuran). Indonesia bersama beberapa negara penghasil sawit terus berdiplomasi dan bernegosiasi untuk bisa sampai pada titik win-win solution sehingga petani sawit kita tidak dirugikan.
Yang unik, kini banyak juga warga kita yang mengamini peryataan pihak asing, alias menari di atas gendang orang lain. Mereka lupa bahwa sawit merupakan anugerah yang menghidupi lebih dari 16 juta saudara mereka.
Untuk itulah, isu-isu kampanye negatif tentang sawit dan produk turunannya perlu direspon secara scientific dan proporsional, sehingga berkah sawit dapat bermanfaat bagi pengembangan peradaban bagsa Indonesia secara berkelanjutan. Berbagai upaya penelitian sawit terkait dengan aspek sosial, ekonomi, lingkungan dan kelembagaan telah banyak dilakukan dan banyak hasil menunjukkan bahwa isu-isu negatif tentang sawit tersebut kurang didukung dengan fakta yang memadai, sehingga isu-isu tersebut lebih merupakan mitos.