JOGJAGRID.COM : Kasus dugaan penipuan investasi hotel dengan modus tukar guling aset berupa Hotel Top Malioboro di dalam tubuh PT. Garuda Mitra Sejati (GMS) memasuki babak baru.
Dugaan penipuan investasi hotel ini berawal dari ketidaksepahaman antara pihak pemegang saham dengan direksi PT. GMS terkait Hotel Top Malioboro yang dijadikan aset tukar guling 24 lembar saham PT. GMS oleh Direktur Utamanya SKN.
Kuasa hukum pemegang saham PT. GMS Julius Rutumalessy menceritakan kasus bermula saat Direktur Utama PT. GMS SKN membeli 24 lembar saham baru di PT. GMS. Tiap lembar sahamnya kala itu dihargai Rp 1.160.000.000,00.
Pembelian saham ini, lanjut Julius, dibayar oleh SKN dengan 24 bilyet giro (BG) yang ternyata hanya satu yang bisa dicairkan sedangkan sisanya tidak bisa dicairkan.
Julius menceritakan kemudian SKN melakukan tukar guling asetnya yaitu Hotel Top Malioboro sebagai ganti untuk membayar 23 lembar saham tersebut.
Julius menegaskan jika Hotel Top Malioboro ini diklaim oleh SKN sudah menjadi milik PT. GMS. Hanya saja ternyata hingga saat ini Hotel Top Malioboro tak pernah berstatuskan menjadi aset PT. GMS.
"Jadi awalnya Hotel Top Malioboro ini milik PT. Muncul Properti Makmur (MPM) dimana pemilik perusahaan ini adalah SKN yang di PT. GMS menjabat sebagai Direktur Utama," kata Julius, Rabu 17 Januari 2024.
"Aset berupa Hotel Top Malioboro ini dipakai SKN sebagai tukar guling 23 lembar saham di PT. GMS. Saat ini Hotel Top Malioboro diklaim SKN sudah menjadi milik PT. GMS padahal sebelumnya dilaporkan jika Hotel Top Malioboro ini masih milik PT. MPM," sambung Julius.
Menindaklanjuti kesimpangsiuran kepemilikan Hotel Top Malioboro ini, Julius pun mencoba mengklarifikasinya ke Bank Bukopin pada Rabu 17 Januari 2024. Hal ini disebabkan status Hotel Top Malioboro masih menjadi agunan di Bank Bukopin.
"Jadi pemegang saham merasa perlu mengklarifikasi hal itu dan karena jawaban dari jajaran direksi PT GMS itu selalu berubah-ubah dan tidak pernah ditunjukkan bukti hukum mengenai aset yang bersangkutan," ujar Julius.
"Kami punya dokumen bahwa aset itu (Hotel Top Malioboro) masih milik PT lain dan sedang dijaminkan ke Bank Bukopin. Karena itu, kami mencoba mengklarifikasinya melalui bank Bukopin yang berdasarkan data yang kami pegang memegang hak tanggungan atas aset yang bersangkutan," imbuh Julius.
Julius membeberkan klarifikasi ini menjadi penting bagi PT. GMS. Hasil klarifikasi ini berpengaruh langsung terhadap susunan komposisi kepemilikan saham di PT GMS.
"Karena masuk atau tidaknya aset ini tidak hanya mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan tapi juga berpengaruh terhadap jumlah saham yang dipegang oleh salah satu direksi di PT GMS sekarang," tutur Julius.
Julius menerangkan jika pihaknya belum berhasil bertemu dengan pimpinan Bank Bukopin. Karena itu, Julius meminta penjadwalan terkait pertemuannya dengan pimpinan bank tersebut.
"Kebetulan Bank Bukopin pimpinannya sedang keluar. Jadi mereka minta waktu untuk menjadwalkan kembali. Nanti kami update lagi situasinya seperti apa," urai Julius.
"Kami minta kepada pihak Bank Bukopin untuk membuka saja masalah status Hotel Top Malioboro. Kan tinggal dijelaskan Hotel Top Malioboro ini aset milik PT. GMS atau bukan," tegas Julius.
*Kejanggalan Pengalihan Aset Hotel Top Malioboro*
Julius menyebut jika terkait tukar guling Hotel Top Malioboro dengan 23 lembar saham PT. GMS atas nama SKN ini pihaknya telah menemukan dokumen bawah tangannya.
Dokumen bawah tangan, lanjut Julius saat itu dibuat oleh Direksi PT. GMS saat itu yakni SKN sebagai Direktur Utama, GSS sebagai Direktur Umum dan BN yang menjabat sebagai Direktur Operasional. Ketiga direksi ini membuat dokumen pengalihan aset.
Julius menemukan kejanggalan dalam dokumen pengalihan aset Hotel Top Malioboro ini. Kejanggalan itu adalah SKN tidak ikut dalam menandatangani dokumen di bawah tangan itu. Padahal, imbuh Julius, saat itu SKN merupakan Direktur Utama PT. GMS.
"SKN pada saat itu sampai sekarang masih menjabat sebagai Direktur Utama di PT GMS. SKN saat itu sebagai Direktur Utama, harusnya dia yang tandatangan. Tapi karena SKN ini akan mengalihkan aset yang masih dikuasai PT. MPM maka ditunjuklah saudara GSS dan BN untuk menandatangani atas nama PT. GMS," terang Julius.
"Sementara SKN sendiri yang saat itu adalah Direktur Utama tidak tandatangan atas nama PT. GMS. SKN menandatangani perjanjian atas nama PT MPM atau Muncul Properti Makmur yang merupakan perusahaan milik SKN dan merupakan perusahaan pemilik Hotel Top Malioboro saat itu," lanjut Julius.
Kejanggalan lain, terang Julius adalah akta notaris terkait pengalihan aset ini tak pernah ditunjukkan oleh pihak Direksi ke pemegang saham PT. GMS.
"Sayangnya pengalihan aset itu tidak pernah ditunjukkan dengan akta notaris yang mana seharusnya itu dilakukan. Nah, belakangan ada klaim melalui media sosial bahwa aset itu (Hotel Top Malioboro) sudah jadi milik PT GMS. Itulah tujuan kami mencoba melakukan klarifikasi ke Bank Bukopin yaitu mengklarifikasi atau meminta kejelasan," tutup Julius.