JOGJAGRID.COM - Muhammad Djawis Masruri Nawawi selaku pengasuh Pondok Pesantren Amumarta Jejeran melaunching buku 'Kaifiyah Fida Sughra-Kubra' pada Sabtu, 30 Juli 2022 yang bertepatan dengan Tahun Baru Islam 1 Muhamarram 1444 Hijriyah.
Fida' merupakan ajaran yang dipelajari yang pernah dipelajari Raja Kasultanan Mataram Sultan Agung Hanyokrokusumo (1593 - 1645) saat berguru kepada Kiai Ageng Jejer atau Imamul Mataramain (1547-1617) di Jejeran, Pleret, Yogyakarta.
Muhammad Djawis mengatakan, Imamul Mataramain merupakan cucu juru martani dzuriyah Sunan Ampel adalah guru sekaligus mertua Sultan Agung Anyakra Kusuma, yang bernama kecil Raden Mas Rangsang. Sultan Agung bernama santri 'Agung Hanyakra Kusuma yang lahir di Kotagede dan dinobatkan sebagai Sultan pada 1613, meninggal dunia di 1945 di Kerta dan dimakamkan di Imogiri.
Djawis mengatakan, Imam Mataramain bermahzab Syafii, ulama dan ahli tata negara sekaligus waliyullah dan penjuang kemerdekaan terhadap neokolonialis - imperialis. "Ajarannya tentang Fida menjadi tradisi dii Mataram Islam yang populer dengan sebutan Qulhu Sakethi. Maharaja Sultan Agung juga berguru dan mengajarkan amalan Fida atau Qulhu Sakethi ini," katanya saat launching buku, Sabtu, 30 Juli 2022 malam.
Imamul Mataramain dimakamkan di Dusun Jejeran, Bantul yang hilir mudik dikunjungi peziarah. Sedangkan padepokannya di Jejeran sudah terindakasi keberadaannya dan menunggu tahap eskavasi dan revitalisasi.
Djawis mengatakan sebenarnya amalan Fida' ini sudah dijalankan oleh sebagian umat muslim, namun ada yang menuliskan secara detail tetang amalan ini. Harapannya dengan buku ini bisa menjadi pedoman bagi mereka yang ingin mengamalkanya. "Sekedar untuk membantu yang ingin mengamalkan Fida'," katanya saat launching buku, Sabtu, 30 Juli 2022 malam.
Proses menulis ini memerlukan waktu sekitar satu tahun. Namun proses mengumpulkan data dan bahan itu yang lumayan lama, sekitar empat tahun. "Jadi menulis atau tidak itu yang lama. Tapi memang saya tidak menargetkan kapan selesainya," katanya.
Secara garis besar, amalan Fida ini merupakan tata cara menebus dosa besar dan kecil. Di dalam buku ini memang ada bahasa Indonesia, Jawa, Arab. "Selama ini belum ada penulis yang menulis tentang amalan Fida ini. Coba dicari di mesin pencari," ungkapnya.
Menurut dia, dalam menulis amalan Fida' ini memang berdasarkan referensi dalam Alquran dan hadis dan ulama yang mengajarkannya. "Di Alquran ada 13 ayat yang menyebut kata Fida', tetapi tersebut 14 kata Fida karena ada satu ayat yang menyebut dua kali," ungkapnya.
Sementara itu, dalam lauchning buku 'Kaifiyah Fida Sughra-Kubra' ini dihadiri perwakilan Kasultanan Yogyakarta, Kanjeng Gusti Pangeran Haryo Hadisurya, Komunitas warisan budaya Mataram Islam, perwakilan dzuriyah Tuan Guru Syeikh Muhammad Arsyad Al Banjari dan lainnya. (Dho/Ian)