JOGJAGRID.COM : Pengamat Ekonomi Kerakyatan, Mirah Kusumaningrum, menyoroti terkait dengan pengembangan ekonomi kerakyatan bagi Indonesia kini dan di masa mendatang khususnya pasca Pandemi.
Pengamat yang tinggal di Jawa Timur itu pun menyoroti 'pekerjaan rumah' pengembangan ekonomi kerakyatan mengacu paradigma Ketua DPRRI Puan Maharani.
"Ketua DPR RI Puan Maharani menyampaikan permasalahan yang musti dibenahi dalam pengembangan ekonomi kerakyatan ini adalah perlunya saling empati dan menjunjung tinggi asas gotong royong," kata Mirah Jumat (29/4).
Dalam pemulihan ekonomi bangsa setelah Pandemi Covid, pernyataan Puan Maharani saat bertemu Presiden Joko Widodo awal April lalu dinilai relevan untuk dijadikan evaluasi demi perbaikan ekonomi ke depan Indonesia.
Mirah mengatakan dengan penduduk lebih kurang 265 juta jiwa, perekonomian Indonesia memang boleh dibilang menuju ekonomi kerakyatan.
Ini ditandai dengan sangat menggeliat dan bergairahnya UMKM di tanah air.
"UMKM memegang peranan penting dengan menyumbang 60,43 persen dari total PDB tanah air dan mereka juga merupakan jalan keluar masyarakat dari masalah tingginya angka pengangguran dengan menyerap 96 persen jumlah tenaga kerja," kata dia.
"Jika dilihat dari besarannya, UMKM kita jumlahnya ada sekitar 65 juta unit. Kontras bila kita bandingkan dengan Usaha Besar yang ada di NKRI yakni berjumlah sekitar 5500-an," kata dia.
Para founding father pun telah merumuskan dengan sebaik-baiknya persoalan keadilan sosial khususnya dalam bidang ekonomi dengan menelurkan gagasan UUD 45 khususnya pada pasal 33 dimana disebutkan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama yang berazas kekeluargaan.
"Maka negara sebagai penyusun usaha bersama dalam bidang perekonomian itu haruslah bersikap aktif melahirkan segala regulasi yang mendorong berbagai level usaha, baik usaha level bawah, menengah maupun atas untuk bersama sama dengan azas kekeluargaan menciptakan ekosistem ekonomi yang menyejahterakan tiap warga negaranya," kata Mirah.
Berangkat dari harapan Puan Maharani itu, azas kekeluargaan dalam perekonomian negara yang dimaksud disini diharapkan bahwa segala regulasi yang dibuat oleh pemerintah dipastikan tidak menjadi alat yang bisa digunakan oleh satu pihak untuk menindas pihak lainnya dalam rantai ekonomi makro.
"Sehingga akan tercipta ekosistem pasar yang sehat sebagai suatu instrumen, dimana memang dibutuhkan campur tangan nagara untuk beberapa hal khususnya yang menyangkut pihak yang lemah atau terlemahkan," kata dia.
"Regulasi negara haruslah bersifat inklusif menjembatani berbagai golongan usaha baik yg lemah maupun yang kuat, tetapi juga secara tegas afirmatif mengambil peran keberpihakannya dengan usaha kecil dan menengah seperti UMKM ataupun koperasi," Mirah menambahkan.
Walaupun para konseptor ekonomi pendiri negara telah merujuk koperasi sebagai soko guru ekonomi bangsa akan tetapi pada kenyataannya nasib koperasi di tanah air masih jauh api dari panggang.
"Ironisnya yang sering kita dengar malah sebaliknya, banyak koperasi yang miss management dan bermasalah baik dengan anggotanya sendiri maupun dengan pihak ketiga di luar mereka," ujarnya.
Pembenahan pengembangan ekonomi kerakyatan yang didorong Puan Maharani dinilai relevan. Sebab di banyak negara maju sistem koperasi ini malah bisa menjadi usaha konglomerasi besar.
"Kita bisa sebut contohnya seperti koperasi petani susu Fonterra di New Zealand yang mendunia dengan aneka produk turunan susu seperti keju, yoghurt dan lain sebagainya,"
Ada juga koperasi REWE asal Jerman yang didirikan pada tahun 1927 dan telah beroperasi di 20 negara di Eropa dan memiliki omset sekitar Rp. 800 trilyun.
"Keberpihakan kepada ekonomi kerakyatan yang nyata bisa diwujudkan dalam regulasi seperti di sektor perbankan dimana bentuknya adalah kemudahan akses permodalan bagi usaha kecil dan menengah dengan bunga yang rendah dan meminimalisir kolateral yang diagunkan," kata dia.
Keberpihakan pada usaha kecil pada aktualisasinya sebenarnya adalah juga keberpihakan pada usaha menengah dan usaha besar.
"Karena pada hakekatnya usaha kecil bisa jadi merupakan bagian dari rantai pasokan yang dibutuhkan oleh usaha menengah dan besar dalam memenuhi kebutuhan bahan baku usaha mereka," Mirah menegaskan.
Disinilah bisa terlihat bahwa tidaklah mungkin suatu usaha besar hidup sendirian.
"Asas gotong royong sangatlah diperlukan guna mendukung ekonomi kerakyatan," kata dia.
Terkait dengan paradigma pengembangan ekonomi kerakyatan Ketua DPRRI Puan Maharani yang menyorot perlunya saling empati dan menjunjung tinggi asas gotong royong dalam pemulihan ekonomi bangsa setelah Pandemi, Mirah mengatakan peran keberpihakan negara ini akan selalu hidup dalam ekosistem rantai pasok.
"Ikut serta dalam membangun dan membesarkan usaha kecil itu artinya praktis juga membesarkan usaha besar," kata dia.
Tantangan berikutnya yakni globalisasi ekonomi dimana semua negara di dunia ini bisa menjadi pesaing atupun partner ekonomi bagi negara lainnya.
Disini juga dibutuhkan peranan pemerintah yang aktif untuk terus menerus membina usaha kecil agar bisa berkompetisi secara sehat di ajang dunia.
"Peranan pemerintah tersebut bisa berupa regulasi maupun pendampingan untuk meningkatkan wawasan usaha kecil tentang kualitas produk, manajemen, pasar, era digital dan permodalan," pungkasnya.