JOGJAGRID.COM : Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) turut menyoroti pengelolaan sampah salah satunya kawasan destinasi wisata di sela perhelatan forum G20 di Yogyakarta Rabu 23 Maret 2022.
Pada forum G20 yang mengusung tajuk 1st Environment Deputies Meeting and Climate Sustainability Working Group (EDM-CSWG) itu, satu sorotan menyangkut bagaimana menekan kuantitas sampah secara efektif dari hulu sampai hilir.
"Pengurangan sampah misalnya di destinasi wisata sangat efektif bila ada komunitas di situ membuat kesepakatan-kesepakatan skrining sampah yang akan dibawa wisatawan masuk," ujar Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) KLHK Sigit Reliantoro di sela forum G20 di Yogya Rabu.
Kesepakatan yang dibuat komunitas di destinasi wisata ini bisa sangat efektif karena bisa mengatur perputaran sampah kawasan itu sehingga terkelola baik dan tak makin membahayakan.
"Misalnya komunitas destinasi wisata itu membuat kebijakan, untuk kuliner yang ada di kawasan itu melarang adanya bungkus plastik tapi hanya menyediakan bungkus dari dedaunan yang mudah terurai," kata dia.
"Lalu untuk minumannya, botol botol plastik bisa diganti dengan bambu atau media lainnya yang lebih ramah lingkungan," Sigit menambahkan.
Menurut Sigit, prinsip wisata berwawasan lingkungan sebenarnya tak hanya berdampak pada pelestarian kawasan destinasi alam itu saja.
"Tapi juga mendorong masyarakat lebih kreatif dan kreatifitas ini bisa meningkatkan perekonomian," ujarnya.
Berbagai kerajinan tangan membuat kemasan kuliner berbahan dasar alam yang disajikan, dianggap bisa menjadi peluang melibatkan lebih banyak masyarakat.
"Jadi pengurangan bahan plastik ini bisa menjadi semacam green job asalkan disertai kreatifitas komunitas wisata," kata dia.
Sigit mengatakan, dari forum G20 itu, berbagai delegasi negara memaparkan berbagai contoh pengurangan sampah dari tingkat produsen atau hulunya.
Misalnya delegasi Jerman mencontohkan, negaranya sudah mewajibkan setiap perusahaan yang memproduksi barang harus menyertakan manual atau panduan jika barang itu rusak dan butuh diperbaiki.
"Dengan manual itu, barang barang yang rusak tidak sempat lagi terbuang dan membahayakan lingkungan karena pembeli tahu cara memperbaikinya," kata Sigit.
"Tak hanya barangnya, bahkan kemasannya yang mengandung plastik atau karton harus sudah dipikirkan pabrik produsennya setelah tak terpakai bisa dimanfaatkan produsen lain," Sigit menambahkan.
Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim KLHK Laksmi Dhewanthi mengatakan forum G20 di Yogya ini menjadi rangkain pertama pembahasan soal kebijakan lingkungan hidup khususnya isu perubahan iklim.
"Forum G20 2022 di Yogya ini akan berlanjut pada Juni di Jakarta dan bulan Agustus di Bali untuk menghimpun berbagai materi yang kemudian akan dideklarasikan bersama pemimpin G20," kata dia.
Ia menambahkan, negara-negara G20 tak sekedar kelompok negara dengan kekuatan ekonomi terbesar di dunia saat ini.
"Tetapi G20 juga menjadi kelompok negara yang berbagai aktivitasnya menyumbang 80 persen efek gas rumah kaca secara global," kata dia.
Jika negara G20 ini bisa bergerak bersama, lanjut Laksmi, tentu akan lebih efektif mengatasi perubahan iklim yang terjadi. (Dio/Ian)