JOGJAGRID.COM - Pemerintah DIY akui kesulitan jika aglomerasi atau mudik di dalam wilayah aglomerasi (pemusatan kawasan tertentu) diterapkan di DIY, jalan menuju penghubung kabupaten banyak.
Sekretaris Daerah (Sekda) DIY, Kadarmanta Baskara Aji menjelaskan menjaga di pintu masuk maupun keluar antar kabupaten di DIY tidak mungkin dilakukan. Mengingat hampir tidak ada batas antar kabupaten dan Kota.
"Kita ga mungkin lakukan penjagaan di pintu masuk dan keluar antar kabupaten kota. Dari sisi jumlahnya ya, antar kabupaten kan ga ada batasnya ga hanya jalan saja, lorong-lorong juga," katanya ditemui di Kantor Sekda, Kompleks Kepatihan, Kota Yogyakarta, Jumat (7/5/2021).
Ia mengatakan hal itu mungkin diterapkan hanya di satu kabupaten yakni di Kulon Progo namun untuk kabupaten maupun kota akan sulit diterapkan.
"Mungkin cuma Kulon Progo mudah, gak bisa Gunungkidul, Sleman, Bantul kota diatasi. Kecuali kulonprogo bisa kalau mau berenang," ujarnya.
Aji membeberkan kemungkinan yang bisa dilakukan untuk mengurangi mobilitas warga melintas antar kabupaten adalah dengan mensosialisasikan kepada pihak RT maupun RW, untuk mencegah warga pergi dari wilayah RT maupun RW masing-masing.
"Mungkin satu-satunya cara sosialisasi kalau ada orang yg mau keluar dicegat tingkat RT RW, tetapi memang tingkat kelolosannya sangat tinggi," ungkapnya.
Namun, hingga sekarang pihaknya masih menunggu regulasi resmi dari pemerintah pusat soal larangan mudik aglomerasi ini.
"Masih menunggu, regulasinya belum saya terima," kata dia.
Sementara itu Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X menyampaikan dengan adanya aturan pelarangan mudik aglomerasi dari pusat mau tidak mau harus diikuti oleh pemerintah DIY.
"Lha iya mengikuti pusat ndak mungkin ndak. Saya kan nggak punya dasar kalau pemerintah pusat mencabut. Gitu lho," kata dia.
Dengan adanya aturan ini Sultan mengaku masih perlu dilakukan pembahasan dengan jajarannya.
"Saya perlu ngatur. Saya belum tahu. Saya akan koordinasi dengan pak sekda," imbuh dia.
Diberitakan sebelumnya, Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, mudik di dalam wilayah aglomerasi (pemusatan kawasan tertentu) dilarang dilakukan pada 6-17 Mei 2021.
Akan tetapi, pemerintah masih memperbolehkan beroperasinya kegiatan sektor esensial di wilayah aglomerasi.
"Untuk memecah kebingungan di masyarakat soal mudik lokal di wilayah aglomerasi, saya tegaskan bahwa pemerintah melarang apapun bentuk mudik, baik lintas provinsi maupun dalam satu wilayah kabupaten/kota aglomerasi," ujar Wiku dalam konferensi pers virtual melalui YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (6/5/2021).
"Perlu ditekankan bahwa kegiatan lain selain mudik di dalam satu wilayah kabupaten/kota aglomerasi khususnya di sektor esensial akan tetap beroperasi tanpa penyekatan apapun," lanjutnya.
Sebab, operasional kegiatan sosial ekonomi telah diatur dengan regulasi PPKM mikro.
Wiku juga mengingatkan, setidaknya ada delapan wilayah aglomerasi di Indonesia yang harus mematuhi larangan mudik Lebaran.
Pertama, Makassar, Sungguminasa, Takalar dan Maros (Sulawesi Selatan).
Kedua, Medan, Binjai, Deli Serdang dan Karo (Sumater Utara)
Ketiga, Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo dan Lamongan (Jawa Timur).
Keempat, Bandung Raya (Jawa Barat).
Kelima, Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek).
Keenam, Semarang, Kendal, Demak, Ungaran, Purwodadi (Jawa Tengah).
Ketujuh, Yogyakarta Raya.
Kedelapan, Soloraya.