JOGJAGRID.COM: Kebijakan rapid antigen Covid-19 untuk pelaku perjalanan yang hendak masuk wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) masa libur Natal dan Tahun Baru dinilai berbagai pelaku usaha wisata memicu turunnya kunjungan.
Namun, di tengah tren negatif terutama bagi pelaku usaha perhotelan itu, sejumlah sektor turunan industri wisata di Yogya dinilai tetap akan bertahan dengan mengandalkan penuh wisatawan lokal. Khususnya sektor kuliner.
Sektor kuliner yang dominan dalam bentuk usaha mikro kecil menengah di Yogya seperti warung lesehan, pecel lele juga restoran saat ini belum tampak mengurangi kebutuhan stok bahan baku sebagai persiapan libur Natal dan Tahun Baru.
“Permintaan kebutuhan ikan seperti nila juga lele dari restoran dan warung-warung di Yogya sampai saat ini belum ada penurunan, tetap tinggi jumlahnya,” ujar Ketua Kelompok Tani Ikan Kembangsari Piyungan Bantul, Yogyakarta Budi Haryono Kamis 24 Desember 2020.
Budi menuturkan, pada bulan Desember ini, pihaknya masih mendapatkan pesanan dari warung dan restoran di wilayah Yogya dengan volume cukup lumayan. Untuk komoditas lele saja, pihaknya sudah mendapatkan pesanan sekitar 4 ton. Belum termasuk permintaan untuk ikan nila, meski jumlahnya tak sebanyak permintaan untuk lele.
“Kalau pas awal-awal Covid-19 itu memang sempat turun drastis permintaan karena tempat wisata, restoran dan warung banyak tutup, tapi sekarang sudah kembali normal,” ujarnya.
Menurut Budi, harga komoditas ikan itu saat memasuki libur Natal dan Tahun Baru ini juga tak terpengaruh sentimen negatif wisata yang diprediksi mengalami penurunan kunjungan.
Budi mengaku, dari restoran dan warung, komoditas lelenya tetap dihargai Rp 18 ribu per kilogramnya.
“Sebenarnya permintaan restoran dan warung-warung itu di musim liburan ini masih tinggi, mereka akan mencari pasokan bahan baku ke Boyolali jika kekurangan,” ujarnya.
Budi menuturkan, jika sektor kuliner sebagai penyangga wisata di DIY terpengaruh, tentu juga akan berdampak pada turunnya permintaan kepada kelompok-kelompok tani ikan.
Namun sampai saat ini justru permintaan pasokan bahan pangan meningkat karena diprediksi Yogya tetap ramai dengan kunjungan wisatawan lokal alias dari dalam DIY saja.
“Untuk sektor kuliner belum terpengaruh karena mungkin mengandalkan wisatawan lokal Yogya saja,” ujarnya.
Staf Khusus Menteri Ketenagakerjaan Indonesia Hindun Anisah dalam monitoring sejumlah sektor usaha informal di Yogya mengatakan saat pandemi Covid-19 ini, kelompok pekerja formal maupun non formal/wirausaha seperti kelompok tani sebenarnya bisa mengajukan bantuan kepada pemerintah untuk menjaga produktifitasnya.
“Untuk kelompok usaha informal akan mendapat stimulan agar tetap produktif,” ujarnya.
Namun, ujar dia, permohonan itu musti dalam bentuk kelompok. Di mana per kelompok terdiri 20 orang di mana per kelompok akan mendapat bantuan Rp 40 juta.
Hanya saja kata dia, stimulan ini diberikan hanya saat masa pandemi. Belum diketahui apakah 2021 akan berlanjut. Aksesnya seperti program tenaga kerja mandiri jaring pengaman sosial atau TKMJPS.
Wakil Ketua DPRD DIY Huda Tri Yudiana menuturkan dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) DIY tahun 2021 sebesar Rp 6,09 triliun, sebanyak 16 persennya difokuskan untuk penanganan pandemi Covid-19 termasuk membantu sektor informal penyangga sektor wisata Yogya agar bangkit kembali. (Setiawan)