JOGJAGRID.COM: Di tengah pembelajaran jarak jauh (PJJ), anak didik di Daerah Istimewa Yogyakarta dilaporkan mengalami masalah psikososial akut. Pemda DIY masih menunggu kebijakan dari pusat soal tatap muka, namun kedepan tetap menerapkan belajar dalam jaringan (Daring).
Hal ini terpapar dalam diskusi mingguan yang diselenggarakan oleh DPRD DIY dengan tema ‘Kesiapan Pembelajaran Tatap Muka di DIY’, Jumat (11/12).
Hadir sebagai narasumber yaitu Sekretaris Komisi D Sofyan Setyo Darmawan, Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) DIY Didik Wardaya, dan Doktor Kebijakan Pendidikan UNY Arif Rohman.
“Dalam survey wawancara mendalam yang kami lakukan, dari 925 orang yang terdiri dari siswa, orang tua, guru dan pengurus kampung menginginkan pembelajaran tatap muka segera diselenggarakan,’ kata Sofyan.
Ada banyak catatan yang menurut Sofyan harus segera ditindaklanjuti oleh seluruh pemangku pendidikan terkait dampak PJJ. Salah satunya soal akademis dimana survei menyatakan mayoritas anak didik gagal memahami materi pelajaran yang disampaikan secara online.
Sofyan menyebut angka besarnya anak didik yang kesulitan memahami materi yaitu untuk siswa SD mencapai 63 persen, kemudian siswa SMP paling besar yaitu 83 persen dan anak SMA/SMK pada angka 58 persen.
“Namun dampak yang paling besar adalah seluruh anak didik dari semua tingkatan mengalami masalah psikososial. Dimana mereka merasa bosan, jenuh, sedih, tidak nyaman, dan bingung. Penyebab utamanya mereka lama tidak bertemu teman,’ lanjutnya.
Lewat survey yang sama diketahui siswa SMP yang paling banyak mengalami psikososial dengan persentase mencapai 96 persen, kemudian disusul siswa SMA/SMK 88 persen, dan siswa SD 84 persen.
Kadispora DIY Didik mengakui adanya masalah psikososial yang muncul karena berhentinya proses pembelajaran tatap muka hingga sembilan bulan lebih. Sebenarnya Pemda DIY sudah memiliki kebijakan mengenai penyelenggaran tatap muka namun menunggu kebijakan dari pusat.
“Rencananya seperti apa kita menunggu SOP dari Kementerian, yang nanti dijabarkan oleh Dinas Kabupaten/Kota dan diimplementasikan oleh masing-masing sekolah sesuai dengan karakteristik lingkungannya,” kata Didik.
Sambil menunggu, Gubernur DIY menurut Didik sudah siap mengeluarkan dimana proses pembelajaran tatap muka tidak dilakukan serentak dan bertahap. Dimana nantinya perguruan tinggi dulu yang diperkenankan tatap muka, lalu jika berhasil akan diadaptasi bertahap ke jenjang di bawahnya.
“Saat ini sebenarnya pembelajaran tatap muka sudah ada. Siswa SMK hanya masuk untuk melaksanakan tugas praktek dengan kapasitas 1/3 saja. Kemudian siswa SMA diberi kesempatan berkonsultasi dengan gurunya atas seizin orang tua untuk membahas materi yang sulit dimengerti,” ujarnya.
Sementara Arif meminta selama pemangku kepentingan dunia pendidikan belum mampu memastikan keamanan dan kenyaman bagi peserta didik menjadi prioritas. Maka pembelajaran tatap muka sebaiknya ditunda dulu.
“Kebijakan yang akan dikeluarkan harus dipikirkan dengan matang. Khusus DIY, sebagai barometer pendidikan di Indonesia, maka apa yang diterapkan akan menjadi contoh nasional,” ujar Arif. (Har/San)