JOGJAGRID.COM : Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Daerah Istimewa Yogyakarta menyatakan momentum liburan Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2021 kali ini benar-benar membuat pelaku usaha perhotelan sulit bernafas.
Bagaimana tidak, target okupansi yang awalnya dipasang 70 persen justru saat ini terus menurun ke titik terendah pasca setiap tamu yang akan menginap diwajibkan menyertakan hasil rapid tes antigen negatif Covid-19.
Kebijakan rapid antigen itu dinilai terlalu mendadak dan membuat wisatawan terbebani biaya hingga akhirnya ramai-ramai membatalkan reservasi momen Nataru ini.
Saat kebijakan rapid antigen itu mulai digaungkan, okupansi hotel Yogya memasuki libur Nataru yang awalnya 42 % sudah sempat turun lalu bertahan 25 %.
“Namun ternyata semakin banyak wisatawan yang cancel reservasi untuk libur akhir tahun di Yogya hingga okupansinya per hari ini rata-rata tinggal 5 %,” ujar Ketua PHRI Deddy Pranowo Rabu 23 Desember 2020.
Deddy merinci, reservasi yang dibatalkan itu untuk periode akhir tahun atau saat 31 Desember 2020. Pembatalan itu terjadi untuk semua kelas hotel di Yogya baik bintang maupun non bintang.
Potensi kerugian yang dialami pelaku hotel pun miliaran rupiah. Sebab, ujar Deddy, potensi pendapatan yang hilang yang dialami hotel berbintang 3-5 akibat pembatalan reservasi itu diprediksi berkisar di atas Rp 500 juta. Hotel dan restoran yang menjadi anggota PHRI DIY sendiri jumlahnya 400-an.
“Kami perkirakaan potensi pendapatan yang hilang di atas Rp 500 juta lebih di tiap hotel berbintang itu karena anjloknya okupansi,” ujarnya.
“Untuk kerugian yang dialami juga banyak, namun belum kami hitung,” ujar Deddy.
Sebab, ujar dia, dalam menyambut libur Nataru ini setiap hotel di Yogya sudah modal besar untuk mempersiapkan aspek esetetis menghias hotel dan juga menambah alokasi untuk penerapan protokol kesehatan bagi tamu yang datang.
“Hotel tentu sudah keluar biaya besar untuk hiasan-hiasan Nataru, bahan baku hidangan juga sudah terlanjur stock, bahan desinfektan juga disiapkan untuk antisipasi tamu banyak,” ujarnya.
PHRI berharap dengan sisa okupansi 5% ini ada keajaiban bisa naik kembali hingga 45 % saat hari H malam pergantian tahun. PHRI Yogya tak mau muluk-muluk bermimpi okupansi bisa seperti tahun baru sebelumnya yang di atas 70 %.
Meski demikian, PHRI Yogya tak hanya menunggu keajaiban. Namun juga sudah mulai ancang-ancang demi mendongkrak lagi okupansinya saat hari H pergantian tahun.
“Sejumlah hotel sudah mulai menawarkan promo stayvacation, dengan rentang harga Rp 150 ribu – 6 juta untuk menginap,” ujar dia.
Stayvacation ini menyasar wisatawan lokal khususnya sekitaran DIY yang tak butuh syarat rapid antigen.
Sekretaris DIY Kadarmanta Baskara Aji menuturkan wisatawan luar DIY yang saat ke Yogya menggunakan maskapai penerbangan atau Kereta Api, sebenarnya secara otomotis sudah memiliki rapid antigen itu. Sebab pihak bandara atau penerbangan serta PT KAI juga memberlakukan aturan yang sama.
Hanya saja, untuk wisatawan yang menggunakan jalur darat seperti bus atau mobil pribadi memang perlu rapid antigen ini. Karena pemerintah DIY tidak memberlakukan skrining di jalur-jalur perbatasan karena dikhawatirkan menimbulkan kemacetan lalu lintas.
“Wisatawan dari luar yang menggunakan jalur darat itu skriningnya saat akan menginap di hotel atau homestay, dari pihak RT/RW dan petugas hotel diminta memeriksa rapid antigennya,” ujarnya. (Doni A)