JOGJAGRID.COM : Akademisi Fakultas Hukum (FH) UGM menyatakan sikap atas disahkannya UU Cipta Kerja oleh DPR RI, Senin (5/10/2020) kemarin. FH UGM menilai UU Omnibuslaw tersebut punya sejumlah masalah fundamental sehingga publik harus benar-benar mengawal kedepan.
Dekan FH UGM, Sigit Rayanto menyampaikan palimg tidak ada empat catatan penting terkait UU Cipta Kerja yakni salah satunya paradigma UU tersebut menunjukkan negara sedang diarahkan pada pengelolaan sumber daya yang ekstraktif dan berbahaya karena tidak memperhatikan aspek lingkungan yang fundamental dari seluruh sumber daya. Hal ini kemudian menunjukkan bahwa pendekatan yang tercermin dalam pasal-pasal di dalamnya menunjukkan pengelolaan ekonomi yang liberal kapitalistik dan bertentangan dengan roh konstitusi.
“Dari pendekatan tersebut, UU ini pada saat yang sama mengesampingkan perlindungan terhadap bangsa dan tidak memberikan kemudahan bagi masyarakat yang membutuhkan akses. Kemudian penyusunan UU ini tidak mengakomodir suara-suara atau masukan dari masyarakat. Suara-suara masukan dari kalangan masyarakat sipil lain dan para pemangku kepentingan juga diberikan, tapi dalam proses deliberasi tidak terakomodasi bahkan dikesampingkan. Ini berarti ada masalah yang harus disikapi dan direspon dengan kritis,” terangnya dalam pernyataan yang disampaikan secara daring, Selasa (6/10/2020).
Sementara, pakar hukum tata negara UGM, Zaenal Arifin Mochtar juga menyampaikan proses formil pengesahan UU ini bermasalah karena tidak ada partisipasi publik. Bahkan menurut Uceng, anggota DPR dalam pengesahannya tidak mendapatkan draft terakhir sehingga mereka tidak bisa memberikan komentar.
“Belum lagi DPR mengembalikan kepada pemerintah untuk menandatangani UU ini yang dikhawatirkan akan mengulangi masalah seperti UU Pemilu lalu, ketika ada pasal-pasal selipan yang masuk. Anggota DPR harus lihat baik-baik, jangan-jangan setelah tahapan persetujuan masih ada sinkronisasi, ada titipan seperti yang ada di UU Pemilu yang kita kawal itu,” tegasnya.
Uceng berharap ada tekanan publik yang kuat terhadap UU Cipta Kerja ini meski muncul pesimistis hal tersebut berdampak signifikan terhadap UU dengan akhir judicial review. “Tapi, pengawalan ini tetap penting, harus dilakukan karena sebelumnya sudah banyak legislasi bermasalah yang dibuat oleh DPR dan pemerintah kita tahu seperti UU KPK, UU MK, dan UU Minerba,” sambung dia.
Di sisi lain, gelombang penolakan pada UU Cipta Kerja terus bermunculan salah satunya melalui lini massa media sosial. Bahkan, penggemar K-Pop pun kini mulai turun menyatakan opini politiknya, sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya.