JOGJAGRID.COM : Front Anti Komunis Indonesia (FAKI) DIY menyatakan organisasinya bersikap netral dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020.
Di DIY sendiri bakal berlangsung pilkada
serentak baik dari Kabupaten Gunungkidul, Sleman, hingga Bantul.
“Sejak awal berdirinya,
keberadaan FAKI hanya untuk tujuan pokok mempertahankan Pancasila dan
Undang-undang Dasar (UUD) 1945, serta menghadapi kebangkitan komunisme di tanah
air,” ujar Ketua Umum FAKI DIY, Triyandi Mulkan, Senin 28 September 2020.
Triyandi menuturkan tujuan FAKI,
tak ada yang lain apalagi terlibat politik praktis ke ranah politik.
“Jika FAKI terjun ke ranah
politik, itu jelas tidak sesuai dengan visi dan misi, maupun AD-ART
organisasi," ungkapnya.
Pernyataan Triyandi ini sekaligus menjadi klarifikasi setelah beberapa
waktu lalu FAKI Bantul mendeklarasikan dukungan terhadap pasangan calon kepala
daerah yakni Abdul Halim Muslih dan Joko Purnomo (AHM-JP). Dukungan itu menimbulkan
polemik di internal FAKI DIY.
"Kejadian di Bantul itu tanggal 21 September lalu, jelas
membuat kami kaget, itu melanggar ketetapan organisasi," ujarnya.
Terlebih, ia menjelaskan, apa
yang terjadi di Bantul jelas sebuah kesengajaan, karena tokoh-tokoh yang
mengikuti deklarasi mengenakan atribut kebesaran FAKI.
Padahal, sebelum agenda
berlangsung, pihaknya telah menjalin koordinasi dengan FAKI Bantul.
"Kesepakatannya itu cuma sarasehan dengan salah satu paslon.
Tapi, ternyata malah ada deklarasi dukungan juga. Mereka sudah tidak netral.
Kami telah tekankan, tak boleh ada keberpihakan," ucapnya.
Triyandi memastikan, FAKI DIY tidak tinggal diam dalam menyikapi
polemik ini. Per Senin ini (28/9), FAKI DIY secara resmi membekukan status
kepengurusan FAKI Bantul.
"Kita bekukan FAKI Bantul, tidak boleh lagi menggunakan nama,
lambang dan berbagai identitas organisasi. Ya, sejak hari ini, kami
tandatangani suratnya. Mereka sudah dilarang melakukan kegiatan apapun yang
mengatasnamakan organisasi FAKI," tandasnya.
Lebih lanjut, ia juga menegaskan kepada FAKI di kabupaten lain,
terutama di daerah yang menggelar Pilkada, agar tidak mengulangi kesalahan
serupa. Menurutnya, seandainya ingin memberi dukungan pada salah satu paslon,
dilarang keras membawa nama organisasi.
"Ini kan sudah menjadi ketetapan. Saya sudah instruksikan
pada semua, agar tidak terlibat secara institusi. Tapi, kalau masing-masing
punya pilihan untuk mendukung paslon tertentu, ya monggo saja, dipersilakan,
karena itu hak politiknya," ungkapnya.
"Sah-sah saja kita bertemu dengan partai politik, misal ada
partai yang punya satgas anti komunis. Boleh saja bertemu, tapi bahasannya
sebatas itu, tidak boleh sampai ke ranah kebijakan partainya. Jaga jarak, itu
pasti lah," kata Triyandi. (Jaka S)