JOGJAGRID.COM: Juru Bicara Pemda DIY Terkait Penanganan COVID-19 DIY, drh. Berty Murtiningsih, M.Kes., mengatakan bahwa sebanyak 15.900 Rapid Diagnostic Test (RDT) dari 20.400 RDT yang telah dikirim ke DIY, telah didistribusikan.
“Pihak yang menjadi prioritas distribusi RDT adalah tenaga kesehatan yang kontak dengan pasien dan kontak tracing kasus yang ada di seluruh wilayah Kabupaten/Kota di DIY. Prioritas selanjutnya adalah para pendatang dari luar daerah terutama epicentrum COVID-19,” jelas Berty Senin (27/4).
Adapun rincian distribusinya ada 30 Rumah Sakit Rujukan COVID-19 DIY, Balai Laboratorium Kesehatan dan Kalibrasi, Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit DIY (BBTKLPP), Kantor Kesehatan Pelabuhan DIY, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD DIY) dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota DIY.
Dari jumlah yang telah didistribusikan, terdapat 5.049 yang hasilnya sudah dapat diketahui yakni 4.874 negatif, 99 positif, dan terjadi error pada 78 RDT.
“Untuk pelaporan hasil RDT ini selanjuntya akan dapat diketahui Senin depan” tutup Berty.
Seluruh orang yang melakukan rapid test dengan hasil positif, melakukan prosedur isolasi mandiri di rumah embari menunggu hasil PCR.
Untuk pasien dengan hasil tes negatif, pasien yang bersangkutan harus tetap melakukan physical distancing dengan tetap berada di rumah dan menjalani tes RDT ulang 7-10 hari kemudian.
Sebaliknya bila hasil tes positif, namun tidak ada suara serak, demam, batuk, dan sesak, pasien bersangkutan harus tetap di rumah dan melakukan isolasi mandiri. Sebaliknya bila muncul gelaja demam, batuk, serak, dan sesak nafas, yang bersangkutan diarahkan untuk melakukan pemeriksaan melalui Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes).
Saat melakukan isolasi mandiri, pasien diharapkan menjalankan protokol isolasi mandiri dan melakukan konsultasi dengan layanan digital health yang dapat diakses melalui ponsel.
Di satu sisi, menurut penuturan
Kepala Dinas Kesehatan DIY, drg. Pembayun Setayning Astutie, M.Kes., menyatakan bahwa pihaknya akan terus mendorong tenaga kesehatan di wilayah Kabupaten/Kotauntuk menggunakan mengembangkan penggunan RDT.
“Kami akan terus dorong teman-teman dari Kabupaten/Kota untuk memanfaatkan RDT untuk screening terutama mereka yang kurang mampu, termasuk pekerja migran, dan sebagainya. Selama ini, RDT dipersepsikan hanya untuk pelacakan kasus,” jelas Pembayun.
Lebih lanjut, Pembayun menuturkan bahwa sejatinya RDT bukan tentang status, melainkan bagaimana intervensi dapat dilakukan terhadap kelompok yang terdeteksi sehingga karantina wilayah dapat diperkuat. Pembayun menuturkan bahwa, “Kita bisa melihat seberapa besar transmisi itu sudah menyebar. Nantinya bisa kita petakan apakah itu kasus baru ataukah kasus impor. Ini sebenarnya juga bisa dijadikan panduan sekaligus referensi pengambilan kebijakan bagi aparat di tingkat kecamatan.”katanya.
Meski demikian, proses penggunaan RDT ini memerlukan keterlibatan tenaga medis dikarenakan membutuhkan sampel darah dari pembuluh vena.
“Kalau petugas di puskesmas kurang memadai jumlahnya, nantinya dapat diusahakan untuk meminta bantuan dari relawan yang memiliki latar belakang medis, dari Palang Merah Indonesia (PMI) atau institusi terkait,” tutup Pembayun.