JOGJAGRID.COM: BEM KM Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) menggelar diskusi Revisi Undang-Undang KPK di Taman Pancasila UNY, Sabtu (19/10/2019).
Beberapa hal disoroti termasuk langkah mahasiswa setelah Undang-Undang nomor 19 tahun 2019 tentang KPK resmi sah berlaku 17 Oktober lalu.
Beberapa pembicara dihadirkan termasuk dari BEM KM UGM serta Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM.
Eka Nanda, Peneliti Pukat UGM mengatakan masih percaya bahwasanya Presiden Joko Widodo akan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) setelah nanti resmi dilantik dan mengumumkan kabinet.
“Mungkin sekarang masih fokus menyusun kabinet dan menunggu pelantikan dulu. Kami masih optimis presiden akan mengeluarkan Perppu,” ungkapnya dalam diskusi bersama mahasiswa.
Pukat bersama pusat kajian lain se-Indonesia kini terus mempersiapkan kajian hukum terkait Perppu dari Presiden Joko Widodo. Mereka khawatir adanya statement presiden yang merasa sendirian tak mendapat dukungan ketika mengeluarkan Perppu menjadi titik berat hingga akhirnya ragu-ragu.
“Kalau masih kebingungan dengan dasar hukumnya, Pukat sudah siap membantu memberikan dasar hukum kalau pemerintah tak temukan cara mem-Perppu-kan. Kami terus koordinasi dengan pusat kajian anti korupsi se-Indonesia untuk menyusun dasarnya secara detail. Nanti 2-3 hari setelah pelantikan kami akan coba ingatkan kembali,” ujar dia.
Terkait Judicial Review, Pukat menilai hal tersebut akan memakan waktu sangat lama dan butuh kajian secara utuh dan mendetail. “Kami akan terus lakukan upaya agar KPK tak dilemahkan. Perjuangan kita akan panjang kalau lakukan itu (Judicial Review), tapi tetap kami komitmen terus mengawal ini,” ungkapnya lagi.
Dian Rafi Alpatiowijaya dari BEM KM UGM menambahkan, mahasiswa akan terus menggunakan segala cara untuk menolak upaya pelemahan KPK dalam Undang-Undang nomor 19 tahun 2019 tersebut. 21 Oktober nanti, mahasiswa bersiap turun ke depan Istana Negara untuk mengingatkan Presiden Jokowi dan KH Maruf Amin untuk memprioritaskan komitmen pemberantasan korupsi di Indonesia.
“Kami setuju harus ada revisi UU KPK, tapi bukan dilemahkan seperti dalam Undang-Undang 19 tahun 2019 ini. Substansinya tidak seperti yang sekarang ini, kita yang belum lulus sarjana saja tahu isi pasal-pasal dalam undang-undang ini melemahkan KPK,” ujarnya. (Hendardi)
Beberapa hal disoroti termasuk langkah mahasiswa setelah Undang-Undang nomor 19 tahun 2019 tentang KPK resmi sah berlaku 17 Oktober lalu.
Beberapa pembicara dihadirkan termasuk dari BEM KM UGM serta Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM.
Eka Nanda, Peneliti Pukat UGM mengatakan masih percaya bahwasanya Presiden Joko Widodo akan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) setelah nanti resmi dilantik dan mengumumkan kabinet.
“Mungkin sekarang masih fokus menyusun kabinet dan menunggu pelantikan dulu. Kami masih optimis presiden akan mengeluarkan Perppu,” ungkapnya dalam diskusi bersama mahasiswa.
Pukat bersama pusat kajian lain se-Indonesia kini terus mempersiapkan kajian hukum terkait Perppu dari Presiden Joko Widodo. Mereka khawatir adanya statement presiden yang merasa sendirian tak mendapat dukungan ketika mengeluarkan Perppu menjadi titik berat hingga akhirnya ragu-ragu.
“Kalau masih kebingungan dengan dasar hukumnya, Pukat sudah siap membantu memberikan dasar hukum kalau pemerintah tak temukan cara mem-Perppu-kan. Kami terus koordinasi dengan pusat kajian anti korupsi se-Indonesia untuk menyusun dasarnya secara detail. Nanti 2-3 hari setelah pelantikan kami akan coba ingatkan kembali,” ujar dia.
Terkait Judicial Review, Pukat menilai hal tersebut akan memakan waktu sangat lama dan butuh kajian secara utuh dan mendetail. “Kami akan terus lakukan upaya agar KPK tak dilemahkan. Perjuangan kita akan panjang kalau lakukan itu (Judicial Review), tapi tetap kami komitmen terus mengawal ini,” ungkapnya lagi.
Dian Rafi Alpatiowijaya dari BEM KM UGM menambahkan, mahasiswa akan terus menggunakan segala cara untuk menolak upaya pelemahan KPK dalam Undang-Undang nomor 19 tahun 2019 tersebut. 21 Oktober nanti, mahasiswa bersiap turun ke depan Istana Negara untuk mengingatkan Presiden Jokowi dan KH Maruf Amin untuk memprioritaskan komitmen pemberantasan korupsi di Indonesia.
“Kami setuju harus ada revisi UU KPK, tapi bukan dilemahkan seperti dalam Undang-Undang 19 tahun 2019 ini. Substansinya tidak seperti yang sekarang ini, kita yang belum lulus sarjana saja tahu isi pasal-pasal dalam undang-undang ini melemahkan KPK,” ujarnya. (Hendardi)